Pendidikan Guru Penggerak: Refleksi Terbimbing_Budaya Positif





Pertanyaan 1:

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Jawaban saya:

Pemahaman saya terkait:

1. Disiplin Positif

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. 

Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.  

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

2. Posisi Kontrol Guru

Model disiplin yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol.

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:

1. Penghukum : Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. 

2. Pembuat Orang Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu): pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

3. Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh) : Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. 

4. Monitor/Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

5. Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata:

“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”

“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. 

3. Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.

1. Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima)

Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk  akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok. 

2. Kebutuhan Bertahan Hidup

Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Seks sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. 

3. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)

Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu Ingin mencapai yang terbaik.

4. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan) 

Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.

5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. 

Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan, bahkan saat bertingkah laku buruk.

4. Keyakinan Kelas

Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas.

 Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama. Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu 'keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. 

Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekadar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

5. Segitiga Restitusi

Restitusi Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid. Restitusi adalah  proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) 

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.  

Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.

Tahap-tahap restitusi:

1. Menstabilkan Identitas/Stabilize the identityidentity

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. 

Berikut contoh kalimat-kalimat yang dapat di katakan: 

• Berbuat salah itu tidak apa-apa.

• Tidak ada manusia yang sempurna

• Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.

• Kita bisa menyelesaikan ini.

• Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu

ingin mencari solusi dari permasalahan ini.

• Kamu berhak merasa begitu.

• Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang  mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling  efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

• “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”

• “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”

• “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi

sesuatu yang penting buatmu”.

• “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan

sikap yang baru.”

3. Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. 

Pertanyaan yang dapat digunakan contohnya:

• Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?

• Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?

• Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?

• Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Hal-hal manarik untuk saya dan di luar dugaan saya adalah

1. Sebagai pendidik, maka tujuan saya adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

2. Tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. Meskipun dalam prakteknya berbagai posisi kontrol dapat dilakukan oleh guru.

3. Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. Padahal dulu saya mengira dengan menjadi teman sangat bagus untuk perkembangan murid. Namun, benar adanya, ketika saya menerapkan ini, siswa lebih sering bertanya tentang perilakunya yang seharusnya tidak perlu dilaporkannya.


Pertanyaan 2:

Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan konsep-konsep inti tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda.

Jawaban saya:

Pengalaman saya dalam menerapkan disiplin positif adalah 

1. Diawal semester ganjil, saya meminta siswa menjawab pertanyaan yang saya berikan di buku tulis mereka. Hal ini bertujuan agar murid menggali motivasi internalnya mengapa mereka harus belajar dengan sungguh-sungguh sebagai bagian dari tujuan dari disiplin postif yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan.

2. Ketika murid akan mengikuti ulangan saya memberi pemahaman pentingnya sebuah nilai kejujuran. Karena nilai ulangan yang mereka dapatkan tidak terlepas dari proses pembelajaran yang saya amati. Saya meyakinkan mereka, bahwa ulangan adalah bahan penilaian diri saya terhadap keberhasilan mereka. Sehingga penting bagi mereka untuk berlaku jujur ketika ujian. Hal ini pula sejalan dengan tujuan disiplin positif yaitu menghargai diri mereka dengan nilai-nilai yang mereka percayai.


Pengalaman saya dalam menerapkan 5 posisi kontrol:

1. sebagai manajer ketika murid akan mengikuti lomba, tetapi tidak fokus untuk mempersiapkan diri sehingga saya menuntun mereka untuk fokus dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai kondisi

2. Sebagai pemantau, sebagaimana peran saya sebagai wali kelas sehingga posisi sebagai pemantau seringkali menempatkan diri saya.

3. Sebagai teman, selain anak perwalian siswa yang akarab dengan saya adalah siswa yang sering mengikuti lomba mewakili sekolah. Karena sering bersua dalam pembinaan membuat jalinan pertemanan juga terjalin, gaya kami berbicara pun berbeda.

4. Sebagai pembuat orang merasa bersalah. Posisi ini saya gunakan ketika siswa tidak mengerjakan tugas ataupun melanggar keyakinan kelas.

5. Sebagai penghukum. Posisi ini saya lakukan ketika sedang sebagai guru piket. Murid terlambat menjadi salah satu alasan untuk mendapat hukuman membantu membersihkan laboratorium komputer.


Pengalaman saya dalam menerapkan kebutuhan dasar manusia:

1. Cinta dan kasih sayang: saya memberikan perhatian yang sama kepada murid saya sehingga dalam pembelajaran meskipun terkadang ada murid melanggar keyakinan kelas dengan tidak menghormati orang lain dalam hal ini saya ketika sedang mengajar tidak menjadikan saya membenci mereka tetapi malah membuat saya berfokus pada murid saya itu.

2. Kebutuhan bertahan hidup: saya dan murid berusaha mendekor ruangan kelas sehingga siswa nyaman dalam proses belajar.

3. Kebutuhan pengakuan: saya selalu mengapresiasi murid saya, terutama wali yang saya bina ketika mereka layak untuk diapresiasi baik prestasi akademik maupun non-akademik.

4. Kebutuhan Kebebasan: saya memberi kebebasan murid dalam berkreativitas menyelesaikan proyek yang telah saya berikan.

5. Kebutuhan kesenangan: saya tidak menutup diri dari bercerita, berdiskusi dan tertawa bersama murid, baik pada saat belajar ataupun pada saat kegiatan ekstrakurikuler.


Pengalaman saya dalam menerapkan keyakinan kelas adalah kami menyusun peraturan kelas yang ketika mempelajari modul ini peraturan kelas yang saya maksud adalah keyakinan kelas. Adapun keyakinan kelas yang saya lakukan adalah

1. Piket kebersihan, siswa wajib membersihkan kelas sesuai dengan jadwalnya, jika melanggar murid melaksanakan sanksi sebagai kesepatan kelas.

2. Absensi siswa, mengecek absen murid untuk evaluasi keaktifan murid di sekolah dan dalam pembelajaran.

3. Keaktifan dalam pembelajaran, kami menyepakati untuk 3 hal dalam pembelajaran (1) mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh benar ataupun salah, (2) bersikap selayaknya seorang murid, (3) berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.


Pengalaman saya dalam menerapkan restitusi:

1. Sebagai wali kelas, menghadapi absensi siswa yang kurang baik, perilaku yang tidak mematuhi keyakinan kelas dan sebagainya. Sehingga saya memanggil siswa tersebut untuk menstabilkan identitas, kemudian memvalidasi tindakannya, lalu menanyakan keyakinan kelas.

2. Sebagai guru mata pelajaran, menghadapi murid yang tidak mengerjakan tugas atau tidak bersungguh sungguh dalam belajar. Maka restitusi positif dilakukan untuk kembali menuntun siswa.

Pertanyaan 3

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, ada di posisi manakah Anda? Anda boleh menceritakan situasinya dan posisi Anda saat itu.

Jawaban saya:

Saya selaku wali kelas kadang menempatkan diri sebagai manajer, pemantau, teman dan pembuat orang lain merasa bersalah. Untuk posisi kontrol sebagai penghukum saya alihkan ke Wakasek atau BP/BK jika pelanggaran yang dilakukan anak wali saya masuk ke tahap pelanggaran berat.

1. Posisi manajer: ketika ada laporan dari guru lain terkait proses pembelajaran murid anak wali saya.

2. Posisi teman: ketika terjadi kesalahan pahaman antar anak wali saya. Saya menggunakan posisi teman untuk meredakan emosi mereka.

3. Posisi pemantau: ketika saya mengajar saya mengamati perilaku siswa saya yang berulang dan menunjukkan ketidakseriusannya dalam mengikuti pelajaran.

4. Posisi pembuat merasa bersalah: ketika murid saya melakukakan kesalahan dan perilakunya belum menunjukkan kerendahan hati untuk meminta maaf.

Sebenarnya posisi kontrol dapat saya gunakan bersamaan ketika menghadapi murid. Karena posisi posisi ini memiliki pengaruh terhadap murid itu sendiri. Adapun restitusi positif yang saya berikan bergantung dengan pelanggaran yang dilakukan siswa.

Pertanyaan 4:

Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Jawaban saya:

Perubahan paradigma. Dimana  perlu adanya keyakinan kelas yang dijalankan dengan serius sebagai pegangan guru dan murid. Dulu, saya mengira posisi kontrol sebagai teman sangat baik untuk murid, ternyata juga memiliki dampak negatif. Adapun posisi kontrol terbaik adalah sebagai manajer. Saya lebih harus memperhatikan 5 kebutuhan dasar murid saya sebagai manusia. Sehingga dapat dengan mudah menuntun mereka mencapai motivasi ketiga yaitu nilai diri mereka. Selain itu, Restitusi diberikan untuk mengajarkan murid mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

Pertanyaan 5

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?

Jawaban saya:

1. Sebagai individu: topik ini sangat penting dan menarik untuk di pelajari. Selain teori, di modul ini dilengkapi kasus yang sebenarnya juga terjadi di sekolah kami. Sehingga dengan mempelajari ini, saya melakukan refleksi diri dan introspeksi diri dalam memberikan restitusi positif sehingga harapan menciptakan budaya positif di sekolah dapat tercapai.

2. Sebagai pemimpin pembelajaran: tentu topik ini sangat penting karena membantu saya untuk memaksimalkan peran dan nilai sebagai seorang guru pengerak. Guru yang mengerakkan perubahan di sekolah. 

Pertanyaan 6

Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?

Jawaban Saya:

Modul ini memberi dampak kepada saya dalam hal:

1. Cara saya mengambil keputusan.

2. Cara saya melihat murid saya.

3. Cara saya menempatkan diri saya sesama guru dan di antara siswa

4. Semangat saya dalam mengimplementasikan filosofis pemikiran Ki- Hadjar Dewantara

Pertanyaan 7

Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Jawaban saya:

Selain disiplin  positif, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas,  restitusi yang penting juga adalah terkait psikologis murid. Karena psikologi murid yang berbeda membuat seringkali beberapa teori tidak dapat diimplementasikan sesuai konsep yang ada.

Pertanyaan 8. 

Langkah-langkah awal apa yang akan Anda lakukan jika kembali ke sekolah/kelas Anda setelah mengikuti sesi ini?

Jawaban saya:

1. Melakukan perubahan paradigma siswa dengan membuat keyakinan kelas.

2. Membuat jadwal untuk diskusi/sharing/curhat bersama murid perwalian.

3. Melakukan perbaikan perangkat pelajaran 

4. Merancang kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat dan minat murid.



Comments