Rara dan Kupu-Kupu


Hari Minggu adalah hari yang paling ditunggu Rara. Setiap hari Minggu, Rara dan keluarga akan berjalan-jalan di taman kota. Disana banyak sekali pedagang cemilan kesukaan Rara. Siomay dan tela-tela menjadi cemilan yang tak terlewatkan ketika berkunjung ke taman depan kantor walikota.

Senam sehat juga digelar di ruas jalan yang sengaja ditutup setiap pagi diakhir pekan. Ayah selalu mengikutinya. Kata ibu "Ayah selalu tampil keren kala berpakaian olahraga" seperti hari ini. Berbeda dengan Ibu, ia hanya mengikuti Rara. Jika Rara memilih bermain ayunan Ibu selalu ada didekatnya.

Rara sangat mencintai ibu. Ia sangat dekat ibu. Bukan berarti Rara tidak mencintai ayah. Hanya saja ayah tidak selalu  bersamanya. Ayah bekerja untuk Rara dan ibu. Itu yang selalu diucapkan Ibu pada Rara setiap Rara menanyakan ayahnya. Rara pun menjadi terbiasa bermain tanpa ayah.

Setelah lelah bermain, Rara dan Ibu  menuju tempat lesehan yang selalu mereka tempati. Ibu selalu membawa tikar lipat dan air mineral di dalam tasnya. Mereka bersantai sembari menunggu ayah yang tengah senam dan biasanya dilanjutkan  bercengkrama dengan beberapa teman ayah.

"Coba lihat disana, Ra," kata ibu. Ibu menunjuk kearah taman bunga tidak jauh dari tempat Rara dan Ibu mengelar tikarnya.

"Lihat apa, Bu?" Rara mengikuti arah telunjuk Ibu. "Kupu-kupu?" tanya Rara kembali. Ia mencoba memahami maksud Ibu.

"Iya, kupu-kupu, cantik ya!" gumam Ibu.

"Sayapnya  warna-warni, Rara suka."

"Mau dengar bagaimana kupu-kupu bisa menjadi cantik?"  Ibu mulai membelai kepala Rara yang tertutupi hijab pink kesukaannya.

"Iya, Bu. Rara mau dengar," Rara sangat antusias setiap kali Ibu menawarkan untuk bercerita. Ia merasa setiap kali Ibu bercerita Ia selalu menjadi tokoh dalam cerita Ibu.

Ibu mulai melipat kedua kakinya yang sejak tadi diluruskannya. Lalu, Ibu mulai bercerita.

"Kupu-kupu dimulai dari telur. Telur kupu-kupu biasanya berada di permukaan daun. Kemudian telur itu menetas menjadi ulat. Ulat itu akan makan selama berhari-hari. Lalu, ulat itu akan berhenti makan, dan mulai berubah menjadi kepompong,"  Ibu sejenak menghentikan ceritanya. Sebelum melanjutkan bercerita.

"Selama berhari-hari ulatnya menjadi kepompong."

"Kepompong, Rara tahu ngak?" tanya ibu disela bercerita.

Rara menunjukkan gigi depannya yang memang sudah berjendela karena dua gigi depannya sudah tak ada lagi. Sontak Ibu tertawa. Rara bingung tetapi tertawa juga melihat Ibu tertawa.

"Itu 'ompong'," sahut Ibu masih dengan tertawa.

Ibu masih saja tertawa. Kalau dipikir-pikir betul juga, kepompong kalau hurufnya dijedah jadi kep-ompong.

"Oh," seru Rara. Jawaban yang selalu diberinya ketika ia baru paham sesuatu.

"Jadi, kepompong seperti apa, Bu?  tanyanya kembali. Wajahnya menunjukkan ekspresi penasaran.

"Kepompong itu ulatnya menjadi terbungkus dan tidak bergerak lagi," sahut ibu.

"Berarti sama dengan pocong, terbungkus putih, tapi pocong bergerak ya, Bu" kali ini Rara tertawa. Rara dan Ibu pun tertawa.

"Terus, terus Ibu, bagaimana bisa jadi kupu-kupu yang cantik?" tanya Rara lagi.

"Setelah jadi kepompong dan berpuasa selama 14-16 hari, kepompongnya akan keluar dari bungkusannya dan menjadi kupu-kupu yang cantik."

"Wah cantiknya," Rara seolah melihat kupu-kupu yang baru lahir itu.
Rara dan Ibu baru menyadari ayah sudah duduk disamping mereka.

"Itu sebabnya Rara harus menjadi anak yang sabar," jawab ayah yang kali ini ikut berbicara.

"Betul sekali kata Ayah, karena dengan sabar semua akan menjadi lebih Indah dan cantik," ibu menyambung perkataan ayah.

"Ulat bulu yang jelek dan menggelikan bahkan menjijikkan bagi sebagian orang akan menjadi kupu-kupu yang cantik jika ia bersabar menjadi kepompong terlebih dahulu," ucap ibu lagi.

"Rara jangan suka ngambek, jadi anak yang sabar kelak jadi anak yang cantik bukan hanya wajahnya, tapi disini di hati."  Sambil mendekap kedua telapak tanggan di dada. Ibu tersenyum.

Rara hanya diam, dia tahu dia sering ngambek pada Ibunya. Tapi, di dalam hati ia mau menjadi gadis yang cantik kelak ketika ia dewasa, seperti Ibu.

Mereka pun berpelukan, ibu tahu apa yang dipikirkan anak kesayangannya ini walau Rara hanya diam saja.

Ditunggu juga krisannya Yach.

Comments