Rara dan Kura-Kura

Di bawah pohon bakau di pesisir pantai. Tinggallah Ibu kura-kura dan anaknya. Mereka akan menuju ke lautan dan melakukan perjalanannya. Hari itu, matahari bersinar cukup terik. Kedua kura-kura itu  mulai  berjalan menuju  lautan. Mereka pun terlibat percakapan.

"Berapa lama lagi kita akan sampai, Bu?"
Anak kura-kura merasa sangat kelelahan. Keringatnya mulai mengalir disela tempurung dan daging kepalanya yang cukup keras.

"Kita hanya perlu berjalan hingga sampai kelautan. Coba lihat lautan sudah di depan mata. Suara gulungan ombak semakin keras. Itu pertanda kita sudah dekat, tidak lama lagi akan sampai," ucap Ibu kura-kura.

Anak kura-kura itu terdiam. Ia telah melihat lautan dan mendengar gulungan ombak, tetapi itu sejak tadi. Hingga kini mereka tidak kunjung sampai jua. Kaki-kaki mungilnya mulai terasa berat. Belum lagi punggungnya mulai terasa sakit.

"Mengapa kita harus memiliki tempurung yang harus dibawa kemana pun? Bukankah ini penyebab kita berjalan begitu lambat hingga lama untuk sampai  ke lautan?" batin anak kura-kura.

Anak kura-kura hanya bisa melihat ke arah Ibunya. Dilihatnya si ibu, ia pikir ibu juga merasakan kelelahan apalagi ibu membawa tempurung yang jauh lebih besar dari tempurung yang ia miliki.

Ibu kura-kura akhirnya menyadari anaknya sedang memperhatikannya. Kedua mata merekapun bertemu.

"Ibu tidak lelah?" tanya Anak kura-kura. Ia melihat keringat mulai bercucuran dileher ibu.

"Ibu sudah biasa berjalan di daratan dan berenang di lautan. Lelah itu akan hilang saat kau melihat indahnya dasar lautan atau ketika kau di laut lepas, lelahmu akan hilang ketika kau pulang kembali di sini, Nak," jawab Ibu kura-kura dengan tersenyum.

Mereka terus berjalan menuju pantai.

"Rasakanlah setiap jalan yang kau tempuh agar lelah tidak mengganggumu," kata Ibu lagi.

"Bukan karena tempurung yang membuat kita lambat berjalan,  tetapi kecepatan yang kita miliki sudah begitu adanya. Tanpa tempurung ini kita tidak akan dikenal sebagai Kura-kura. Tanpa tempurung ini kita tidak dapat bertahan untuk hidup. Tempurung inilah rumah kita untuk berisitirahat, dan pelindung  kita dari bahaya" jelas Ibu.

Penjelasan Ibu memberi jawaban atas apa yang tengah dipikirkan anak kura-kura sejak tadi.

Si anak kura-kura pun mengerti mengapa ketika  ingin tidur,  ia memasukkan kepalanya. Ketika takut dengan mahluk lain yang tidak dikenalinya, ia juga memasukkan kepala dalam tempurung.
Mereka pun terus berjalan menuju pantai. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata gadis cilik yang tengah memperhatikannya, Rara.

***

Hari ini  Rara dan keluarga berlibur ke pantai. Sejak tadi,  Ia dan Ibu duduk di akar-akar pohon bakau yang membentuk  kursi panjang seperti taman. Ayah mengabadikan gambar mereka dengan telepon seluler miliknya.

Ayah menyadari Rara sedang memperhatikan sesuatu di samping kanannya. Ketika ia melihat hasil gambar dari kamera teleponnya.Tatapannya jelas tertuju pada sesuatu. Ayah kemudian mencari tahu apa yang sedang dilihat si buah hatinya.

Dilihatnya sepasang kura-kura menuju ke pantai. Ayah yakin, kura-kuralah yang menarik perhatian Rara.

"Lihat apa, Nak?" tanya Ayah seraya menghampiri Ibu dan Rara.

"Itu," jawab Rara menunjuk ke arah sepasang kura-kura yang menuju ke pantai.

"Itu namanya Kura-kura," jawab Ayah.

"Kula-Kula," balas Rara.

Ayah dan Ibu tersenyum. Mereka tahu kalau Rara belum pandai mengucapkan kata yang mengandung huruf R. Tapi, Rara cukup baik ketika menyebutkan namanya.

"Kura-kura, Sayang," sanggah Ayah sambil di cubitnya pipi tembem Rara dengan lembut.

"Iya, iya, Rara tahu," timpal Rara. Ia tahu Ayah menggodanya.

"Ceritakan Rara tentang Ku-ra-ku-ra," pinta Rara dengan mengeja lafal kura kura dengan lambat. Ia tak mau di goda Ayah lagi.

"Ibu saja yang cerita, Ayah akan kesan dulu," jawab Ayah seraya meninggalkan Rara dan Ibu.

"Jadi Rara mau dengar tentang Kura-kura.Baiklah, Ibu akan bercerita."

"Kura-kura memiliki nama latin 'testudines'. Ia adalah hewan bersisik dan berkaki empat yang termasuk golongan reptil. Ia mudah dikenali dengan adanya ‘rumah’ atau batok (bony shell) atau tempurung  yang keras dan kaku."

Ibu terdiam sejenak, lalu meminum air dari botol yang mereka bawa dari rumah. Lalu, melanjutkan bercerita ke Rara.

"Kura-kura hidup di berbagai tempat, mulai daerah gurun, padang rumput, hutan, rawa, sungai dan laut. Sebagian jenisnya hidup sepenuhnya di akuatik, baik di air tawar maupun di lautan."

"Kura-kura ada yang bersifat pemakan tumbuhan (herbivora), pemakan daging (karnivora) atau campuran (omnivora)," lanjut Ibu.

"Berarti Rara bersifat 'segalavora', Rara kan makan segalanya," sanggah Rara dengan polosnya.

Ibu kali ini tertawa, matanya berbinar. Ia tidak bisa menahannya menjadi senyuman. Rara benar-benar lucu ketika mengucap kata 'segalavora'.

"Bukan, Sayang!"

Ibu juga bingung mau bilang apa ke Rara. Sudahlah, cerita ini di lewati dulu 'pikir Ibu. Ia cepat-cepat menjelaskan tentang kura-kura yang ia ketahui.

"Kura-kura tidak memiliki gigi. Akan tetapi perkerasan tulang di moncong kura-kura sanggup memotong apa saja yang menjadi makanannya," jelas  Ibu lagi dengan berlahan-lahan.

"Kura-kura berkembangbiak dengan bertelur. Telurnya biasa  diletakkan pada lubang pasir di tepi sungai atau laut, untuk kemudian ditimbun dan dibiarkan menetas dengan bantuan panas matahari. Mereka termasuk salah satu jenis hewan yang berumur panjang," lanjut Ibu sambil menunjuk sepasang kura-kura yang belum sampai.

"Ooh..., "  jawab Rara. Kali ini ia menjawab dengan ekspresi tak biasa.Ibu berpikir penjelasan tentang kura-kura cukup sulit di mengertinya.

"Coba lihat mengapa Kura-kura itu tak juga sampai?" tanya Ibu memecah keheningan mereka.

Rara tampak berpikir, apa gerangan yang membuatnya begitu lambat. Sejak tadi tak menyentuh bibir pantai. Matanya tertuju tempurung di atas punggung kura-kura.

"Tempurung, eh.. rumah,  eh batok." Rara ingat penjelasan Ibu. "Sama seperti Rara kalau bawa tas ke sekolah ngak bisa berlari tasnya menggangu Rara," timpal Rara.

"Pintar anak Ibu," jawab ibu dengan mengangkat jempolnya ke arah Rara dan menggoyangkannya.

"Kaki pendek, ekor yang menyentuh tanah, tempurung yang kaku membatasi ruang gerak kaki, bisa jadi adalah sebab kura-kura berjalan lambat,"  ucap Ibu lagi.

Akhirnya, sepasang kura-kura memasuki pantai. Rara dan Ibu memandang mereka dari kejauhan.

"Kura-kura itu, mengajarkan kita untuk tidak menyerah dalam berjuang. Biarlah takdir menuntun jalan yang harus dilalui untuk bisa sampai ketujuan," ujar Ibu.

Sekian
Ditunggu Krisannya Yach🤗

Comments